Tapi.. saya tidak akan bisa mengerti, bagaimana seseorang bisa mengucap kalimat syukur, “alhamdulilah” atas kematian para jurnalis di Paris Perancis itu. Apalagi mendemonstrasikan diruang publik. Sungguh. Saya tidak mengerti dengan kalimat-kalimat seperti ini, “Kapok. pemimpin redaksi majalah begituan pantes kalau ditembak mati”, atau komentar ini, “sokor baru tahu rasa!” dan yang ini, “ancoorr mampus kalian”.
Di timeline akun Facebook saya, setelah peristiwa berdarah di Perancis, banyak postingan yang menarik dan berusaha untuk saya mengerti. Keinginan saya tidak lain untuk berbagi empati pada berbagai sudut pandang yang ada. Misalnya ada yang membubuhkan hastag #JeSuisCharlie dalam postingan mereka. Tanda pagar untuk para korban yang disimbolisasi sebagai martir kebebasan berbicara. Saya mengerti posisi mereka, reluctantly!
Ada juga seorang teman yang menuliskan, “saya tidak setuju dengan tindakan pers barat yang melecehkan agama (apapun), tapi saya tetap mendukung kebebasan berbicara.” Untuk postingan semacam itu, saya mengerti. Bagi saya masih masuk akal. Bebas bicara namun bertanggung jawab! Pernyataan ini mewakili pandangan saya secara pribadi. Toh, pada kenyataannya sosial media di Indonesia sering dijadikan ladang eksploitasi kebebasan berbicara yang kadang tanpa tanggung jawab. Akun twitter anonim semacam trio macan misalnya. Atau yang suka copy paste dan share tanpa koreksi kebenaran berita terlebih dahulu..hehehe
Di sisi lain, ada teman yang terang-terangan menyatakan I am not Charlie. It’s okay, you are not Charlie. Pandangan ini menolak mengutuk penembakan di Paris itu, apalagi meminta maaf. Benar sekali, mengapa harus meminta maaf. Kan yang melakukan bukan orang yang beragama Islam. Para penembak itu orang gila dan tidak beragama. Sekali lagi, saya mengerti dengan postingan semacam ini.
Tapi.. saya tidak akan bisa mengerti, bagaimana seseorang bisa mengucap kalimat syukur, “alhamdulilah” atas kematian para jurnalis di Paris Perancis itu. Apalagi mendemonstrasikan diruang publik. Sungguh. Saya tidak mengerti dengan kalimat-kalimat seperti ini, “Kapok. pemimpin redaksi majalah begituan pantes kalau ditembak mati”, atau komentar ini, “sokor baru tahu rasa!” dan yang ini, “ancoorr mampus kalian”.
Saya tidak akan bisa memaklumi dan mengerti, orang yang membenarkan tindakan biadab itu. Karena sama saja dengan mengatakan, “ya, kami setuju untuk membunuh orang-orang yang tidak sejalan dengan pandangan kami!”
Seperti itukah pandangan agama kita kawan!