Berbagi Pengalaman Pengelolaan Sarana Air Minum Perpipaan di Desa Inaoe, Kecamatan Rote Selatan, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi NTT
Imanuel Jeshua mengangkat tinggi tinggi selembar kertas berwarna biru. “Lihat, ini Kartu Pemakai Air saya,” ujarnya bersemangat. Kartu Pemakai Air yang dimaksudkannya itu, tidak lain adalah sebuah lembar pencatatan penggunaan air mirip kartu berlangganan milik Perusahaan Daerah Air Minum atau PDAM yang biasanya terdapat di kota-kota besar. Tapi tunggu dulu, Imanuel tidak tinggal di kota besar, bahkan dia tinggal jauh dari Kota Ba’a, Ibukota kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Imanuel tepatnya tinggal di Desa Inaoe, Kecamatan Rote Selatan, di kabupaten paling ujung selatan Republik Indonesia ini.
Imanuel Jeshua merupakan salah satu dari sekitar 600 warga Desa Inaoe yang menikmati air minum dengan sambungan rumah yang disalurkan melalui jaringan perpipaan. Sambungan langsung ditiap rumah yang dilengkapi meteran air ini tentunya sebuah kemewahan tersendiri, karena hanya Desa Inaoe saja dari seluruh desa di Kabupaten Rote Ndao yang dapat menikmatinya. Sarana yang pembiayaannya didukung oleh UNICEF ini dibangun sejak tahun 2008 melalui pendekatan partisipatif. Setelah melalui proses pembangunan selama 1,5 tahun, akhirnya sarana dengan panjang jaringan nyaris 7 kilometer ini dapat diresmikan oleh Bupati Rote Ndao, Drs. Leonard Haning MM pada Bulan Juni 2010 lalu. Hingga saat ini sarana yang didesain untuk menjangkau pelayanan kepada tidak kurang dari 100 rumah tangga tersebut masih berfungsi secara baik. Salah satu bukti berfungsinya sarana adalah kartu pemakai air yang diperlihatkan Imanuel tadi. “Setiap bulannya kami membayar kepada Badan Pengelola Sarana sesuai dengan volume penggunaan air,” jelas Imanuel. Ia pun tidak terlihat keberatan dengan beban iuran yang sebesar Rp. 2.000,- per kubik. Lebih lanjut Imanuel mengatakan bahwa keluarganya rata-rata memakai 5 kubik air setiap bulan, sehingga hanya Rp. 10.000,- saja yang harus dibayar kepada Badan Pengelola Sarana. Nilai itu tentunya tidak seberapa dibandingkan kenikmatan yang dirasakan oleh Imanuel dan masyarakat di Desa Inaoe lainnya. Kelompok masyarakat yang paling menikmati sarana ini adalah anak dan perempuan, seperti yang diungkap oleh Welmince Kade dalam logat lokal yang khas, “beta son pernah pi pikul air lai.” Benar! Welmince beserta dua orang anaknya kini tidak perlu lagi repot-repot mengambil dan memikul air dari mata air yang berjarak 2 kilometer dari tempat tinggalnya. Karena itulah, Welmince tidak ragu-ragu membayar iuran tepat pada waktunya kepada Badan Pengelola Sarana Air Bersih Desa Inaoe.
“Kami bersyukur masyarakat bersedia membayar iuran pemakaian air secara rutin,” tutur Nelci Malelak salah seorang anggota badan Pengelola Sarana Air Bersih Desa Inaoe dengan nada suka cita. Ia menambahkan bahwa awalnya masyarakat tidak terbiasa dan selalu berkelit jika harus membayar iuran. Namun kini, setelah 7 bulan berfungsi, masyarakat sudah mulai sadar dan merasakan manfaatnya sehingga tertib membayar iuran pemakaian air kepada Badan Pengelola. Hal ini tidak terlepas dari kepedulian dan komitmen Nelci selaku anggota Badan Pengelola Air yang didukung oleh 5 anggota badan pengelola lainnya. “Sejak awal kami berkomitmen memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat,” terang Nelci. Maka secara rutin, Nelci bersama anggotanya membersihkan mata air, reservoir hingga memperbaiki kebocoran yang ada. Setiap keluhan masyarakat juga selalu ditindaklanjuti dengan cepat. “Ternyata pelayanan yang baik dan lancar, membuat masyarakat segan dan tertib membayar iuran,” kata Nelci.
One thought on “Pelayanan Lancar, Masyarakat Tertib Membayar”