Tips sukses Pemerintah Kabupaten Alor dalam memfasilitasi program pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan berbasis Masyarakat di Desa Maritain, Kecamatan Alor Timur, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur
“Kami mampu meneruskan pembangunan sarana air minum sistem perpipaan ini!” Begitu pernyataan Kepala Desa Maritain, Yonas Banik kepada saya pada suatu hari di tahun 2009. Pada saat itu pembangunan sarana air minum di Maritaing, desa paling ujung timur Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan Timor Leste ini terhambat karena rendahnya partisipasi masyarakat. Yonas sebagai Kepala Desa Maritaing harus dipanggil ke Kalabahi untuk menyatakan komitmen dan kesanggupannya dihadapan Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (POKJA AMPL) Kabupaten Alor dalam hal memastikan partisipasi masyarakat untuk menyelesaikan pembangunan sarana air minum dengan system perpipaan yang didukung oleh UNICEF ini.
Satu hari sebelumnya, saya beserta Tim POKJA AMPL Kabupaten Alor berkesempatan mengunjungi ke Desa Maritaing dan mendapatkan pembangunan yang terhenti dan ditelantarkan begitu saja. Bahkan saya hampir saja menabrak dinding reservoir yang tertutup rimbunan tumbuhan, ketika berjalan kaki mendaki bukit. Reservoir ketika itu tampak lebih cocok disebut sebagai bunker peninggalan jaman jepang. Saya juga menemukan retakan dan patahan yang cukup parah pada Bak Reservoir yang membuat saya mengelus dada dan prihatin. Belum lagi saya menemukan ratusan batang pipa yang berserakan tak terurus ditepian jalan dan gang-gang desa. Terus terang kenyataan pada saat itu sangat menyedihkan karena selain pembangunan di Maritaing terhenti selama beberapa bulan, tidak ada satupun tanda-tanda masyarakat akan kembali bekerja melanjutkan pembangunan.
Pesta Rakyat di Maritaing
Namun itu adalah cerita lama, yang telah berlalu. Kini, satu tahun setelah kunjungan terakhir saya di Desa Maritaing, akhirnya saya dapat bernafas lega. Belum lama ini, pada Hari Selasa tanggal 22 Juni 2010, Bupati Kabupaten Alor, Drs. Simeon Th. Pally menyempatkan diri meresmikan selesainya pembangunan sarana air minum system perpipaan di Desa Maritaing ini dan juga sekaligus mendeklarasikan Desa Maritaing sebagai desa yang telah bebas dari perilaku Buang Air Besar Sembarang. “Segala sesuatu indah pada waktunya,” begitu cuplikan sambutan Pally dihadapan masyarakat Maritaing. Dalam peresmian itu, selain para muspida Kabupaten Alor, juga dihadiri oleh para pejabat pemerintah pusat, provinsi dan perwakilan UNICEF. Pejabat pemerintah yang hadir diantaranya adalah Budi Hidayat Direktur Permukiman Bappenas, Zainal Nampira Kasubdit penyehatan air Kementerian Kesehatan, dan Indar Parawangsa mewakili Departemen Dalam Negeri. Sementara yang mewakili provinsi adalah Ramsis Y Tela Kepala Subbid Tata ruang Bappeda Provinsi, Gabriel Bunga staff Dinas Kesehatan dan Thomas mewakili Dinas Pekerjaan Umum Provinsi. Pihak UNICEF diwakili oleh Francois Brikke sebagai Chief of WASH Section UNICEF Indonesia dan Gregorius Fernandez UNICEF Chief of Field Office Kupang.
“Saat ini terdapat 233 sambungan rumah yang dapat dinikmati oleh Masyarakat Desa Maritaing,” Pally melanjutkan dalam sambutannya. Hal ini merupakan salah satu wujud perhatian pemerintah untuk memenuhi kebutuhan air minum dan kesehatan lingkungan yang layak bagi masyarakat. “Pemenuhan kebutuhan ini merupakan hak dasar masyarakat yang wajib dipenuhi pemerintah,” tegas Pally.
Tidak terbendung guratan kebahagiaan masyarakat Desa Maritaing, ketika Bupati Alor memutar kran air menandakan meluncurnya air kesetiap rumah secara resmi. “Hari ini sudah kami tunggu-tunggu setelah tiga tahun menanti,” demikian yang disampaikan oleh Erniwati Masae, seorang warga masyarakat Desa Maritaing yang saya temui bersama ibu-ibu PKK lainnya yang sedang sibuk di dapur umum belakang kantor desa pada saat peresmian. Ucapan Erniwati ini diamini oleh puluhan ibu-ibu PKK lainnya.
Dibalik hiruk pikuk pesta rakyat dalam peresmian itu, mungkin tidak banyak yang tahu betapa berlikunya jalan cerita pembangunan sarana air minum di Desa Maritaing ini. Benar! Berdasarkan pengalaman saya, pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat bukannya tanpa hambatan. Pembangunan sarana air minum system perpipaan di Desa Maritaing adalah contohnya.
Pembangunan berbasis pemberdayaan mengasumsikan banyak sisi positif. Beberapa manfaat program pemberdayaan antara lain adalah garansi keberlanjutan, rasa kepemilikan yang tinggi dan juga peningkatan kapasitas masyarakat itu sendiri. Tapi semudah itukah fakta dilapangan, semudahnya kita membalikkan tangan. Jawabannya tentu saja tidak! Diperlukan komitmen, rasa tanggung jawab dan kesabaran untuk mewujudkan keberhasilan di lokasi desa dampingan. Selain itu ada satu kalimat kunci yang harus kita pegang sebagai keyakinan bersama, yaitu asumsi bahwa masyarakat mampu melaksanakannya! Tanpa asumsi dasar ini, kita cenderung menyalahkan masyarakat apabila program pemberdayaan tidak berlangsung mulus.
Melki Beli, Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda Kabupaten Alor dan juga salah satu anggota POKJA AMPL, menyampaikan satu tips sederhana kepada saya, “fasilitator pemberdayaan yang tepat, dapat diterima masyarakat dan netral merupakan kunci keberhasilan program berbasis masyarakat.” Lebih lanjut Melki menceritakan bagaimana upayanya menjawab tantangan yang tidak mudah dipecahkannya di Desa Maritaing ketika itu, terutama mengatasi rendahnya partisipasi masyarakat. “Beberapa kali fasilitator pemberdayaan telah kami ganti, namun tidak banyak perubahan berarti. Perubahan terjadi setelah Bapak Abdul Azis Lamadaung bertugas, ia berhasil memotivasi masyarakat sehingga masyarakat bersedia bahu-membahu menyelesaikan pekerjaan yang tertunda,” ujar Melki.
Pendekatan mencari fasilitator pemberdayaan yang mumpuni terbukti berhasil, Azis yang mendampingi masyarakat Desa Maritaing sedikit demi sedikit meraih simpati dan kepercayaan masyarakat. “Saya berkeliling dan memotivasi masyarakat sambil berupaya mengenal lebih jauh tiap kepala keluarga. Kalau sudah mengenal dengan baik warga, maka rasa sungkan akan timbul apabila mereka tidak turun bekerja,” Azis membocorkan rahasia pendampingannya. Ia juga mengakui kalau kedekatannya dengan masyarakat, membuatnya diundang untuk makan dan bahkan menginap dirumah mereka. Hasilnya dalam waktu tidak kurang dari 4 bulan, sejak Azis diturunkan pertama kali ke Desa Maritaing, semua komponen pembangunan telah selesai 100%.
“Masih ada tips lain,” kata Melki menambahkan. Pendampingan yang intensif dari pemerintah disetiap level juga tidak kalah penting. “Tidak hanya tim kabupaten yang turun ke desa secara berkala, namun juga pendampingan dan dorongan pemerintah kecamatan hingga desa,” lanjut Melki menjelaskan dengan antusias.
Saya sepakat dengan pernyataan Bupati Alor, Drs. Simeon Th. Pally, “segala sesuatunya Indah pada waktunya.” Ucapan yang dikutip dari Alkitab itu benar-benar menyiratkan keindahan yang tercipta di Desa Maritaing setelah 2 tahun lamanya berjuang melalui kerja keras dan swadaya.
One thought on “Segala Sesuatu Indah Pada Waktunya…”