Sebuah cerita dari Desa Mawar, Kecamatan Pantar Timur, Kabupaten Alor, Propinsi Nusa Tenggara Timur
Sulitnya kondisi geografis Desa Mawar, Kecamatan Pantar Timur, Kabupaten Alor yang berbatu dan berbukit, terbukti bukan merupakan halangan bagi masyarakatnya untuk membangun sarana air minum yang pertama di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kalabahi. Apabila mendengar nama Desa Mawar disebut, mungkin sebagian besar orang akan menerka bunga mawar banyak bertumbuhan di Desa yang terletak diujung paling timur Pulau Pantar, Kabupaten Alor tersebut, sehingga desa itu dinamakan Desa Mawar. Namun terkaan itu ternyata salah, menurut Abudrahman Sang, Kepala Bidang Sosial Budaya, Bappeda Kabupaten Alor yang juga Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) unicef, nama Mawar diambil dari dua kata dalam bahasa setempat. Ma memiliki arti rumah, sedangkan war berarti batu. Sehingga terjemahan bebas Mawar adalah rumah diatas batu.
“Penamaan Desa Mawar yang berarti rumah diatas batu itu cukup menggambarkan sulitnya Kondisi geografis desa tersebut yang berbatu dan topografinya yang berbukit,” tambah Abdurahman Sang yang lebih akrab dengan sapaan Pak Man. Apalagi Desa Mawar hanya dapat dijangkau dengan Kapal Motor dari Kota Kalabahi selama kurang lebih satu setengah jam. Itupun kalau kondisi arus di selat antara Pulau Alor dan Pulau Pantar sedang bersahabat, kalau tidak, perjalanan bisa dua kali lebih lama dari waktu normal.
Namun tingkat kesulitan akses transportasi yang cukup tinggi tersebut, tidak membuat surut tekad masyarakat Desa Mawar untuk memperoleh Air Minum. Dibawah kepemimpinan Kepala Desa Yusak Olang, ratusan masyarakat Desa Mawar mulai bergotong royong melaksanakan pembangunan sarana air minum dengan sistem jaringan perpipaan gravitasi sejak Bulan Juli. “Bahkan masyarakat desa kami yang tinggal dan mencari nafkah di Kalabahi datang dan turut membantu pembangunan dengan cara mengangkut material non-local seperti pipa dan semen. Sementara itu, anggota masyarakat lainnya berswadaya mengumpulkan material local
seperti pasir, kerikil dan batu,” tukas Yusak yang sudah menjabat sebagai kepala desa selama sepuluh tahun.
Menunggu 3 tahun
Desa Mawar merupakan salah satu dari 5 desa sasaran pembangunan sarana air minum dengan system perpipaan gravitasi di Kabupaten Alor yang proses persiapannya dimulai sejak tahun 2006. “Untuk tahap pertama, pembangunan sarana air minum dukungan unicef ini dilaksanakan di Desa Mawar, Aimoli dan Maritain. Sedangkan Desa Kuneman dan Purnama akan dilaksanakan paling cepat bulan Oktober tahun 2008 ini,” terang Abdurahman. Pria lulusan Universitas Muhammadiyah Malang ini optimis Desa Mawar akan menjadi desa pertama di Provinsi Nusa Tenggara Timur, atau mungkin bahkan yang pertama diseluruh Indonesia yang dapat menikmati air minum. “Melihat partisipasi masyarakat yang luar biasa, paling lambat bulan November 2008 pembangunan akan selesai 100% dan siap diresmikan,” tambahnya.
Masyarakat di Desa Mawar, harus menunggu 3 tahun sebelum akhirnya dapat melaksanakan pembangunan sarana air minum ini. “Tahapan pertama adalah survey kelayakan teknis yang dilaksanakan oleh unicef beserta tim Kabupaten pada akhir tahun 2006 yang lalu,” cerita Yusak mengenai tahapan pembangunan sarana air minum didesanya. Dia menambahkan, bahwa pada bulan Agustus 2007, tim dari Bappeda Kabupaten Alor kembali ke Desa Mawar untuk melakukan proses penyusunan Rencana Kerja Masyarakat (RKM) setelah beberapa bulan sebelumnya dilakukan survey detail dan penyusunan rencana teknis pembangunan jaringan perpipaan gravitasi. Dalam rencana teknis itu, sistem perpipaan di Desa Mawar dirancang dengan menggunakan satuan sambungan rumah yang dilengkapi dengan meteran air. “Desa saya akan menjadi desa pertama di NTT yang memiliki sarana air minum dengan sambungan rumah,” Kata Yusak dengan bangga.
Masih mengenai partisipasi dan kontribusi Desa Mawar, menurut Yonatan Peni, ketua panitia pembangunan sarana air minum Desa Mawar, masyarakat sepakat untuk menanggung pengadaan material lokal seperti pasir, kerikil dan batu. Material-material tersebut harus diangkut dari tepi pantai, menuju lokasi pembangunan yang topografinya menanjak dan berjarak dua sampai tiga kilometer. “Apabila dihitung dalam bentuk uang, maka kontribusi kami dapat mencapai angka seratus juta rupiah,” papar Yonatan dengan antusias.
Selain itu, juga disepakati untuk mengumpulkan biaya sambungan keran air sebesar Rp. 10.000,- untuk satu unit rumah dan Rp. 1.000,- untuk penggunaan air sebanyak 1 m3. “Dengan system sambungan rumah dan penggunaan air yang terukur, maka akan terjamin rasa keadilan bagi masyarakat,” Yonatan menambahkan.
Sarana Dengan Standar Air Minum
Pembangunan Sarana air minum di Desa Mawar ini sedikit berbeda dengan kebanyakan pembangunan sarana serupa lainnya. Pertama, sarana ini didesain untuk menyediakan air minum, bukan lagi air minum. Air minum karena system ini mengandalkan sumber mata air alami yang jernih dan segar dari sebuah mata air yang terletak di Desa Ombay didataran tinggi Pulau Pantar. Mata air tersebut jaraknya sekitar 5 kilometer dan melalui jalan berbukit yang terjal dan curam. Bisa dibayangkan betapa sulitnya masyarakat Desa Mawar dalam membangun sarana air minum ini. Setiap hari selama beberapa bulan, dengan berjalan kaki sejauh puluhan kilometer memikul material yang berat seperti semen, pasir, kerikil dan pipa galvanis.
Kegigihan dan tekad masyarakat Desa Mawar dapat dijadikan panutan bagi masyarakat desa lainnya tidak hanya di Kabupaten Alor namun juga di Provinsi NTT. Bahwa dengan tekad yang kuat, gotong royong, kerja keras dan kepemimpinan desa yang berwibawa bukan tidak mungkin untuk mewujudkan sebuah keinginan. “Semoga Desa Mawar dapat menjadi contoh bagi masyarakat desa lainnya,” harap Abdurahman Sang. Mari kita tunggu hasil kerja keras masyarakat Desa Mawar.@rz