MEMBALUT PESAN CUCI TANGAN PAKAI SABUN
MELALUI PANTUN
Demas Tafuli menghentak-hentakkan kakinya kebawah mengikuti irama pantun yang dilagukan. Suara giring (gelang berlonceng yang terbuat dari kuningan) dari pergelangan kakinya bergerincing seirama dengan bait-bait pantun yang dilantukan, “PHBS lo lais Palo Let, Pa Lole Neum Hai To Ok Oke, Na Fena Kit Het Moin Alekot, Moin Ta Na Leok, Pahe Nao Mat.”
Syair pantun dalam Bahasa Timor Amanatun itu dialunkan oleh, Demas bersama dengan Yoseph Mafeo, Agustinus Asbanu, Sulce Benu, Veronika Tafuli dan 20 orang kawan-kawannya sambil menari dalam bentuk lingkaran. Syair tersebut memiliki makna ajakan kepada masyarakat untuk membudayakan hidup bersih dan sehat karena dengan perilaku hidup bersih dan sehat dapat mengatasi gizi buruk, kemiskinan, dan mengurangi angka kematian ibu dan bayi.
Demas, murid kelas IV, Sekolah Dasar Negeri Bimate, Desa Snok, Kecamatan Amanatun Utara, Kabupaten Timor Tengah (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur itu sedang memimpin kawan-kawannya berbalas berpantun dengan cara bersenandung mengikuti ritme irama dan pola gerakan tertentu. Masyarakat Timor menyebutnya sebagai Bonet, sebuah seni tradisional yang walaupun populer ditingkat masyarakat, kini mulai jarang dipentaskan dihadapan umum.
Demas dan kawan-kawannya dari SD Negeri Bimate merupakan salah satu dari 20 Sekolah Dasar yang diundang untuk mengikuti kompetisi Promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat melalui media seni tradisional Bonet, yang dilaksanakan oleh POKJA AMPL Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) pada tanggal 18 dan 19 Mei 2009 di Lapangan Puspemnas, Kota Soe. Cornelis Metta, selaku Ketua Panitia Pelaksana menambahkan bahwa kompetisi ini bertujuan untuk dapat meningkatkan kesadaran masyarakat utamanya anak-anak agar dapat memperbaiki pola perilakunya menjadi lebih bersih dan sehat. “Bonet dipilih sebagai media untuk menyampaikan pesan PHBS karena selain menggunakan bahasa loka, seni tradisi ini sangat populer di masyarakat Kabupaten TTS,” terang Cornelis yang juga merupakan Kepala Bidang Penyehatan Lingkungan pada Dinas Kesehatan Kabupaten TTS.
Bonet merupakan seni berbalas pantun, yang biasa terdapat di belahan tengah Pulau Timor, salah satu pulau utama di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Seni tradisional yang umurnya ratusan tahun ini banyak ditemui pada sub-kultur Timor seperti Amanatun, Amanuban dan Mollo yang mendiami wilayah yang terbentang luas dari daerah Mollo di ujung barat hingga Boking diwilayah timur. Mengingat wilayah Kabupaten TTS yang luas dan jumlah sekolah dasar yang begitu banyak, maka panitia penyelenggara membatasi jumlah peserta ini hanya 20 Sekolah Dasar saja. “Selain karena keterbatasan biaya, kami ingin membina rasa kebersamaan melalui kolaborasi dengan berbagai organisasi dan proyek dalam jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang beroperasi di Kabupaten TTS,” lanjut Cornelis bersemangat.
Kegiatan yang rencananya akan dilakukan secara rutin tiap tahun ini, dilaksanakan oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (POKJA AMPL) Kabupaten TTS dibawah koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten TTS. Salah satu hal yang patut dibanggakan dari kegiatan ini adalah dukungan jejaring AMPL yang beroperasi di Kabupaten TTS. Jejaring AMPL itu antara lain adalah GTZ-ProAir, UNICEF, ACF, Plan International, CARE International, Church World Service (CWS), dan PAMSIMAS. Setiap anggota jejaring pendukung kegiatan festival PHBS ini berbagi tugas dengan memberikan dukungan teknis dan fasilitas pada sekolah-sekolah yang berada dilokasi dampingan. GTZ-ProAir misalnya, memfasiltasi SDN Kolon dan SDG Pili yang berada diwilayah Desa sasaran ProAir di Kabupaten TTS. Begitu juga dengan PLAN International yang memberikan dukungan pada 4 Sekolah Dasar, yaitu, SDN Oekiu, SDI Siso, SDG Kokoi, dan SDI Nenonaheun. Sedangkan ACF dan PAMSIMAS masing masing mendukung dua sekolah, berturut-turut yaitu; SDI Boking, SDN Bimate, SDG ofu, dan SDI Oeupun. Adapun SDI Klofo, SDI Oehala, dan SDG Biloto berada dalam wilayah pendampingan CWS. Sementara itu CARE memberikan dukungan pada SDG Kolbano dan sisanya difasilitasi oleh UNICEF, antara lain, Fatukoto, SDN Oeusapi, SDI Oenali, SDI Kobelete, SDN Kesetnana dan SDI Sekip.
Berdasarkan pemantauan Timatius Benu, salah seorang juri kompetisi ini, isi pantun yang dibawakan oleh setiap sekolah cukup menarik dan unik. SDI Boking misalnya, lirik pantun mereka menekankan penggunaan jamban keluarga, “Kalu Teka Na Men, Tama Neuwa Kakus, Kakus So Ma Obe Kakus So Tao Oe.” Syair pantun tersebut memiliki makna, “Kalau ingin Buang Hajat Besar, Masuklah kedalam Jamban, Jamban harus ditutup, Jamban harus tersedia air,” jelas Timatius yang juga bekerja dilingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten TTS ini. Tema kompetisi Bonet kali ini sangat jelas, yaitu tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Namun penekanan syair Bonet dari setiap sekolah berbeda-beda. Ada yang menekankan syair pantun pada penggunaan jamban yang sehat, ada pula yang menyarankan untuk selalu mencuci tangan pakai sabun. Seperti Bonet dari SDN Fatukoto yang menghimbau masyarakat untuk terbiasa mencuci tangan dengan sabun. “Secara umum, semua tampilan bonet dari berbagai peserta sangat menarik, baik dari makna syairnya, cara pelantunannya dan gerak tariannya,” Timatius menambahkan.
Setelah melalui perundingan dewan juri yang cukup alot, maka SDI Boking terpilih sebagai juara pertama kompetisi Promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat melalui media seni tradisional Bonet ini. Menurut dewan juri yang terdiri dari unsur Dinas Kesehatan, unsur Dinas Pariwisata dan pemilik sanggar atau praktisi budaya, SDI Boking memiliki angka diatas rata-rata untuk semua kriteria penilaian yang telah ditetapkan oleh panitia penyelenggara. Pemenang kedua hingga ketiga kompetisi ini adalah SDG Ofu dan SDI Kobelete. Sedangkan pemenang harapan satu hingga tiga berturut turut adalah SDI Oehala, SDN Bimate dan SDI Klofo.