Akhirnya, setelah Pulau Weh dengan Kota Sabangnya yang terkenal itu, saya bisa menjejakkan kaki di Pulau Rote. Pulau yang letaknya di ujung selatan Indonesia. Bukan yang paling ujung selatan memang, tapi setidaknya mendekati ujung dimana negara Indonesia berbatasan langsung dengan Australia. Jika cuaca mendukung dan mata beruntung, di pantai selatan Rote kita dapat melihat selarik garis di horizon. “Itu benua australia,” kata Poltje, seorang warga desa di pesisir selatan Rote.
Di Ba'a, Ibukota Kabupaten Rote Ndao, terdapat sebuah penginapan sederhana yang memiliki beranda dengan pemandangan eksotik. Bagaimana tidak, tepat dibelakang hotel itu, kita dapat menikmati lautan lepas samudra hindia. Pada latar depannya, terdapat sebuah dermaga yang menjorok ke laut dimana kapal cepat dari Kupang berlabuh setiap harinya. Sedikit menengok ke arah kiri dari dermaga tersebut, terdapat barisan bukit kecil tempat matahari tenggelam diantara lipatannya.
Pantai-pantai di Pulau Rote tidak kalah menarik dibandingkan dengan pantai-pantai lainnya di Indonesia. Sebut saja Pantai Nembrala di pesisir selatan Rote, yang setiap bulan tertentu ramai dikunjungi turis mancanegara. Pantai Nembrala terkenal sebagai salah satu lokasi surf bagi backpacker. Hanya saja sarana dan prasarana yang ada tidak menunjang untuk bisnis pariwisata. Sebagian besar jalan yang ada masih berupa aspal setengah jadi atau jadi-jadian yang dikerjakan asal-asalan oleh kontraktor main-mainan. Belum lagi alat transportasi yang terbatas untuk menuju lokasi-lokasi pariwisata tersebut (Ojek will be the best option for local tourist).
Kepada seorang kawan yang Rote asli, saya mencoba memotivasi dia untuk mengembangkan bisnis pariwisata di Rote. “Pak, kalo punya cukup dana, bangun resort aja di Nembrala. Pasti laku!” Pantai andalan di Rote ini terkenal dengan pasir pantainya yang putih seperti dibleaching. Eh, tiba-tiba, ditengah pembicaraan tentang resort itu, seorang teman lain berteriak galak, “ngapain jadiin tempat pariwisata, bikin rame, sumpek kalo banyak bule, udah gak asli lagi!”
So… boleh jadi kalimat itu ada benarnya. Bisnis pariwisata memang seperti pedang bermata dua. Satu sisi memberikan seribu kenikmatan dengan berputarnya roda ekonomi, namun disisi yang lain tidak sedikit “mudhorot”nya. Seperti bisnis sex yang menjamur di Bali atau Pataya-nya Thailand. Belum lagi isu komunitas lokal yang terpinggirkan dengan pembangunan pariwisata yang masif.
Whatever lah…. mengenai dampak pariwisata. Just enjoy Rote please!
14 thoughts on ““Rote” Another edge of Indonesia”