Kenapa Indonesia sangat alergi dengan #asing? Diskursus yang berkembang di era presiden @jokowi_do2 kata itu punya asosiasi negatif
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
#asing diasosiasikan dengan negara2 tertentu yang membawa misi imperialis, neoliberal dan kolonialisme gaya baru yg menghisap alam Indonesia
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Tapi coba kita lihat perspektif yg berbeda tentang #asing ini. Saya dapat dari wawancara dengan seorang ahli bidang tata ruang.
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
ahli tata ruang ini bilang, salah satu permasalahan besar di Indonesia adalah transisi yg tdk smooth dari masa kolonial ke masa kemerdekaan
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Pada masa kolonial, praktis penjajah belanda #asing yg menguasai pemerintahan. Mmbuat kebijakan & melaksanakannya. Termasuk bidang tata kota
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Kota2 di Indonesia pada masa penjajahan, sangat apik, tertata, bersih dan indah. Bisa dilihat di arsip foto2 surabaya tempo doeloe misalnya
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Meski kota2 waktu itu diskriminatif dan tersekat berdasarkan ras sbg pembeda ruang, manajemen kota sdh mulai menerapkan standar modern eropa
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
ketika belanda jatuh dan jepang menguasai Indonesia. Praktis tidak ada kota yg berfungsi secara normal. Fokus jepang hanya menang perang
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Playanan publik, seperti air minum, meski berjalan, tdk berkembang di era pnjajahn jepang. Pun, yg mengelola jg beda orang. Uang jg tdk ada
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Ketika Indonesia memproklamasikan diri thn 1945, blm dpt pengakuan dari belanda. Manajemen kota juga tidak berkembang. Sarana publik hancur
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Antara thn 1942-1948 Sarana publik di kota hancur akibat perang, tidak ada uang, dan pengelola yg kebingungan (minim kemampuan teknis)
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Sebenarnya Indonesia punya kesempatan utk membangun, ketika belanda mengakui kemerdekaan & menandatangani perjanjian dgn Indonesia thn 1948
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
salah satu isi perjanjian itu, menurut ahli tata ruang/tata kota yang saya wawancarai adalah, belanda antu memperbaiki fasilitas publik kota
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Dijaman transisi pemerintah Belanda ke republic ada satu peraturan pemerintah, yaitu Stadsvormings Verordening (Town Planning Regulation)
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Stadsvormings Verordening thn 1949 adalah peraturan pemerintah ttg upaya2 perbaikan atau pembentukan kota-kota yang rusak akibat perang.
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
insturmen peraturan ketika itu ya hanya itu. Turunan undang-undang perkotaan Stadsvormings Ordonnantie (town planning ordinance) tahun 1948.
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Tetapi kita belum terbiasa dalam manajemen kota. Pemerintah republik ketika itu buntu, tidak ada kelanjutan yang bisa dijadikan pembelajaran
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Lemahnya tata kelola kota ketika itu mengakibatkan occupasi tanah secara liar dari tanah pemerintah. Bangunan baru dibangun tanpa ijin. Dsb
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Ahli tata ruang ini mencontohkan Kota Bandung di awal kemerdekaan, “hampir 70% bangunan2 termasuk perumahan di bandung tanpa izin.”
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Itu refleksi permasalahan perkotaan yang rata-rata jg terjadi di daerah. Berkaitan jg dgn layanan umum, termasuk air minum & sanitasi
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Nah kembali mengenai #asing. Menurut ahli tata ruang itu, permasalahan ini seharusnya tdk terjadi jika kita tdk terus bermusuhan dgn #asing
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Presiden Soekarno ketika itu terus menyatakan permusuhan dengan #asing. Terutama Belanda. Sehingga transisi tdk mulus. Kota terbengkalai
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Beda kondisinya dgn negara lain di asia tenggara yg baru merdeka yg punya kebijakan transisi yang lebih mulus oleh pemerintah peralihannya.
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
jadi ada semacam kompensasi perang, sehingga kondisi2 layanan umum cepat pulih. Contohnya Malaysia dan singapura
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Di negara2 itu ada investasi dan sebagainya untuk perbaikan fasilitas umum yang rusak akibat perang dari Inggris yang dulu menjajah mereka
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Nah Indonesia, terus bermusuhan dengan #asing Belanda waktu itu. Beda dengan Malaysia dan negara lainnya.
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Malaysia ketika peralihan dari pemerintah inggris ke kerajaan Malaysia, enak dan smooth dalam segala aspek.
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Peralihan yang mulus itu antara lain proses pendidikan, administrasi negara, administrasi pemerintahan local dan sebagainya.
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Sementara Indonesia tidak. Kita tidak punya sama sekali. Kita mulai dari nol. Gara-gara alergi dengan #asing
— Reza Hendrawan (@reza_hendrawan) November 24, 2014
Di masa lalu, Nusantara yang kini kita tempati ini memiliki banyak sekali komoditas unggulan dalam perdagangan. Banyak kerajaan besar menguasai sektor itu lalu menjualnya hingga keluar negeri. Komoditas-komoditas unggulan itu pun akhirnya kondang hingga membuat banyak bangsa asing ingin datang untuk membeli atau pun merebutnya dengan paksa.