BONET, Dari Ajang Mencari Jodoh Hingga Media Promosi PHBS
Bonet dipercaya sebagai salah satu khazanah budaya sastra lisan Suku Dawan, selain heta, tonis dan nu’u. Suku Dawan sendiri merupakan suku besar yang penduduknya tersebar Pulau Timor bagian barat, terutama di wilayah administrasi Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Timor Tengah Utara. Seperti pada umumnya tarian daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur semacam lego-lego di Alor atau Tari Gawi di Ende Pulau Flores, bonet juga ditarikan dengan membentuk lingkaran, dimana satu dengan lainnya saling bergandengan tangan dan berputar sambil melantunkan pantun dengan syair syair yang biasanya memiliki rima mengulang. Bentuk lingkaran dengan bergandengan tangan dipercaya oleh masyarakat Suku Dawan melambangkan persatuan dan kesatuan antara sub-suku Dawan, yaitu Amanatun, Amanuban, dan Mollo.
”Dahulu Bonet dijadikan ajang mencari jodoh bagi muda-mudi di wilayah Amanatun, Amanuban dan Mollo ini. Kini kami mencoba untuk memodifikasi pantun dalam Bonet agar dapat dijadikan media untuk menyampaikan pesan-pesan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat,” Jelas Cornelis Metta, Ketua Panitia pelaksana Kompetisi Promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat melalui media seni tradisional Bonet disela-sela kegiatan yang dilaksanakan di Lapangan Puspemnas, Kota Soe, dari tanggal 18 hingga19 Mei 2009. Cornelis menambahkan bahwa biasanya Bonet dipentaskan untuk memeriahkan berbagai acara kekeluargaan, acara resmi dibidang pemerintahan maupun keagamaan. Bonet merupakan tari persatuan yang dilakukan baik oleh anak-anak, pemuda/pemudi, orang tua, laki-laki maupun perempuan.
Tidak salah apabila puluhan tahun yang lalu, sebelum radio, televisi, parabola, VCD dan MP3 menjangkau masyarakat secara luas, pementasan bonet merupakan acara yang ditunggu tunggu. Lebih jauh Cornelis menceritakan bahwa dahulu orang rela berjalan kaki puluhan kilometer demi menyaksikan dan terlibat dalam bonet. Kharisma Bonet masih terasa hingga saat ini, bahkan pada saat kompetisi Bonet dilapangan Puspemnas, terlihat antusiasme yang besar dari masyarakat umum yang membanjiri lokasi.
Pantun dalam bonet merupakan bahasa kiasan yang mengandung makna-makna tertentu,” ungkap Amos Nope, salah seorang juri yang juga pengasuh sanggar seni. Lebih jauh, dia menyatakan bahwa isi pantun dapat digubah sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan. Maka kemampuan para guru pembimbing bonet disetiap sekolah untuk menggubah syair sehingga memiliki makna yang tepat adalah kunci keberhasilan. ”Keindahan syair dan kesesuaian makna dengan tema kompetisi bonet ini adalah salah satu kriteria penilaiannya,” kata Amos, ”kini, tergantung kreativitas dari setiap sekolah untuk meramu kata dan kalimat dalam pantun tersebut.”
Untuk menghadapi kompetisi ini, persiapan yang dilakukan pihak sekolah berbeda, beda. ”Kami melakukan latihan intensif selama 6 hari berturut-turut, sejak tanggal 10 hingga 16 Mei 2009,” ungkap Rosalina E Lobo, Kepala Sekolah SD Negeri Kesetnana yang menjadi salah satu peserta lomba bonet. Sementara itu, Theofilus Tafuli, Kepala SD Negeri Bimate menyampaikan bahwa sekolahnya mampu memiliki peralatan yang lengkap karena pernah mendapatkan bantuan dana hibah dari luar negeri untuk sekolahnya. Tidak heran apabila SDN Bimate memiliki alat perkusi semacam likurai yang tentunya menjadikan nilai tambah dalam penilaian.
Dalam melakukan pementasan Bonet ini, para siswa pria memakai Mau, sedangkan perempuan menggunakan Tais. Mau dan Tais adalah kain adat khas Timor yang bermotif warna cerah, seperti putih, kuning dan merah. Selain memakai Mau, siswa pria juga memakai destar yang disebut Pilu, sejenis tutup kepala khas masyarakat Suku Dawan. Para siswa putra dan putri ini juga membawa Alu Mama, sebuah kantung sirih pinang yang diselempangkan di bahu. Sirih pinang dan kapur ini melambangkan keakraban dan persahabatan dengan cara saling bertukar satu dengan lainnya
Terobosan yang dilakukan oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (POKJA AMPL) Kabupaten TTS ini patut diacungi jempol. Melalui Dinas Kesehatan sebagai pelaksana kegiatannya, mampu melihat peluang potensi sumber daya kearifan lokal yang ada, yaitu budaya sastra lisan bonet yang “diolah” sebagai media penyampaian pesan-pesan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
One thought on “BONET, Dari Ajang Mencari Jodoh Hingga Media Promosi PHBS”