Pagi itu, Jalil Roja bersama dengan beberapa orang tetangganya sibuk menggali untuk mempersiapkan bak peresapan jamban. Disebelah galian dua buah cincin beton terlihat masih basah, pertanda baru saja selesai dikerjakan. Sedangkan satu buah cincin beton lagi dalam proses pengeringan dan terjepit erat dalam cetakan khusus. “Kemarin saya mendapatkan jatah arisan jamban tingkat RT di Desa Rorurangga ini,” terang Jalil dengan antusias. Desa Rorurangga adalah satu dari 7 desa di Pulau Ende, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan Jalil, pria berusia diatas 50 tahun itu sedang membangun kembali jambannya yang rusak. “Kami sudah beli kloset untuk jamban dan sekarang tinggal menggali lubang tempat cincin beton untuk peresapan kotoran tersebut,” lanjutnya bercerita sambil terus menggali.
Rumah Jalil sebenarnya sudah memiliki jamban bantuan pemerintah pada tahun 1999. Namun jamban tersebut rusak dan tidak pernah diperbaiki setelah 2 tahun dibangun. Bahkan menurut Jalil, dahulu jambannya itu jarang dipakai, “kami lebih senang buang hajat dipinggir pantai, ketika itu,” Jalil menjelaskan sambil tersipu malu. Kini, jamban lama tersebut dibangun kembali, bukan dengan dana bantuan pemerintah, melainkan dana bergulir yang dikumpulkan secara swadaya oleh Jalil bersama dengan 17 keluarga lainnya di Desa Rorurangga.
Tidak jauh dari tempat Jalil bekerja, terlihat beberapa jamban yang baru saja selesai dibangun. Dari luar, tampak seperti jamban darurat dan hanya dilapisi dinding dedaunan. “jamban-jamban baru itu juga adalah hasil dari arisan jamban,” terang Aisyah, fasilitator Dinas Kesehatan Ende yang bertugas di Desa Rorurangga dan Puutara, Kecamatan Pulau Ende. Perempuan yang baru saja tamat kuliah itu sudah 4 bulan bertugas. “Saya ingin mengabdikan diri untuk desa tempat kelahiran ayah saya,” lanjutnya begitu ditanya tentang motivasi bekerja di Pulau yang lokasinya relatif sulit untuk dijangkau ini. Kini terdapat 4 orang fasilitator termasuk Aisyah yang bekerja untuk 7 desa di Pulau Ende. Mereka semua direkrut oleh Dinas Kesehatan Ende sebagai bagian kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Ende dengan UNICEF, sebuah lembaga dibawah naungan perserikatan bangsa-bangsa yang bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
Jamban-jamban yang terbuat dari daun tersebut, menurut Aisyah, dibangun atas kesadaran masyarakat sendiri tanpa bantuan dana atau material konstruksi berupa stimulan pihak luar. “Mereka semua ingin merubah perilaku, bukan membuat jamban. Karena itu, dalam pemicuan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) tidak diperbolehkan memberikan bantuan apapun kepada masyarakat. Kalau masyarakat ingin merubah perilakunya menjadi lebih sehat, mereka harus berupaya sendiri.” Aisyah menerangkan latar belakang jamban-jamban baru yang bermunculan di sekeliling Pulau Ende. Itulah sebabnya, struktur jamban tidak menjadi perhatian utama, yang penting adalah merubah kebiasaan masyarakat Pulau Ende, untuk tidak lagi buang air besar disembarang tempat.
PULAU RANJAU
Pulau Ende yang luasnya 62.02 km2 ini terletak disebelah selatan Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Beberapa waktu yang lalu, Pulau Ende yang dihuni oleh sekitar 2.000 keluarga ini dikenal sebagai Pulau “Ranjau”. Ranjau merupakan istilah yang diberikan oleh masyarakat di Pulau Ende sendiri untuk kotoran manusia yang terhampar disepanjang pantai. “Saya selalu malu, apabila tamu dari Pulau Flores datang bertamu ketempat kami,” kata Junaidin, Kepala Desa Rorurangga, tempat Aisyah bekerja. Junaidin tidak sendirian, karena kepala desa lainnya juga mengalami hal yang sama dalam mengatasi kebiasaan buruk masyarakatnya yang selalu buang air besar dipinggir pantai. Kebiasaan buruk inilah yang mengakibatkan Pulau Ende selalu diserang wabah diare, yang tidak jarang mengakibatkan kematian, khususnya anak-anak.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ende, Kecamatan Pulau Ende dinyatakan sebagai daerah yang rawan terserang wabah diare. Bahkan sebelum tahun 2006, terjadi beberapa kali kejadian luar biasa wabah diare di Pulau yang sebagian besar masyarakatnya hidup dari hasil laut ini. Ranjau, Diare dan KLB sepertinya tidak dapat dilepaskan dari citra Pulau yang juga penghasil kain tenun ikat ini. “Tapi itu kisah lalu, tidak lama lagi Pulau Ende akan bebas ranjau,” Junaidin berkata dengan mantap.
@rz
One thought on “Pulau Ende Bebas Ranjau”